WELCOME TO OUR KNOWLEDGE

Selamat Datang...
Koleksi makalah untuk temen-temen S1 Jurusan Tarbiyah beserta tulisan-tulisan menarik lain

Senin, 24 Mei 2010

Makalah Qowaidul Fiqhiyah

KAIDAH FIQH
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
"Qowaidul Fiqhiyah"

Dosen Pembimbing : Drs. KH. Abdul Qodir AF









Oleh:
Heni Susilowati
Mariyatul Lailiya
Wahyu Irvana

SEMESTER: III-B



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM "MIFTAHUL 'ULA"
(STAIM)
FAKULTAS TARBIYAH, PRODI S-1 PAI
Nglawak-Kertosono
November, 2009
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua. Karena di dalam qowaid terdapat patokan-patokan yang baku dalam proses pembentukan hukum fiqh, yang nantinya akan diamalkan oleh umat Islam.
Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai salah satu kaidah pokok fiqh (Al Umuru Bi Maqosidiha).
.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun dari latar belakang di atas, maka terdapat rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa saja kaidah pokok Qowaidh Fiqhy?
2. Bagaimana penjelasan kaidah pertama Al Qowaidul Khomsah?
3. Apa saja uraian kaidah fiqh pertama?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut dapat diketahui tujuan dari makalah, yaitu:
1. Mengetahui pokok Qowaidh Fiqhy.
2. Mengatahui penjelasan kaidah pertam Al Qowaidh Khomsah
3. Mendiskripsikan uraian kaidah pertama.
BAB II
KAIDAH FIQH
" "


A. KAIDAH POKOK QOWAIDUL FIQHY
Qowaidul Fiqhiyah menurut bahasa adalah dasar-dasar yang berhubungan dengan masalah-masalah hukum (fiqih), sedangkan menurut istilah ahli ushul adalah hukum yang biasa berlaku yaang bersesuaian dengan sebagian besar bagiannya. Kaidah pokok dalam qowaidul fiqhy ada lima, yang sering disebut dengan Al Qowaidul Khomsah, yakni:
1.
" Segala sesuatu itu tergantung pada niatnya "
2.
" Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan "
3.
" Keberatan dapat membawa kepada kemudahan "
4.
" Kerusakan/ mudharat itu dapat dihapus "
5.
" Adat kebiasaan itu bisa ditetapkan "
Lima kaidah di atas merupakan kaidah asasi, pokok dari kaidah-kaidah fiqhy, selain terdapat kaidah-kaidah lain yang disebut dengan kaidah umum (kully), dan kaidah-kaidah khos (mukhtalaf).
Berbeda dengan pendapat di atas, Imam Izz Ibn Abdissalam meringkas kelima kaidah tersebut dengan hanya satu kaidah, yaitu:


"Menarik kebaikan dan menolak kerusakan"
Sebab seluruh pembahasan yang terdapat dalam ilmu fiqh pada hakikatnya hanyalah untuk memperoleh manfaat (maslahah) dan menjauhkan dari mafsadat (kerusakan)
B. KAIDAH PERTAMA:
a) Dasar Kaidah
 Qs. Al Bayyinah: 5


"Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus"
 Qs. An Nisa: 114

"Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar"
 Hadits Nabi SAW.






"Dari Amirul Mu’minin Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.
Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan". (HR. Bukhory-Muslim)
Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa niat merupakan faktor terpenting untuk menentukan amal seseorang, karena sah atau tidaknya amal seseorang tentunya bergantung dari niatnya.
Dalam hadits Nabi SAW disebutkan:




"Dari Abu Musa Abdillah Ibn Qoys Al Asy'ary ra. Berkata, Rosululloh SAW. ditanyai tentang seorang laki-laki yang berperang dengan gagah berani, yang berperang karena dendam, dan yang berperang karena pamer, manakah di antara orang-orang tersebut yang berada di Jalan Allah??Maka Rosululloh SAW bersabda: Barangsiapa yang berperang untuk menegakkan (meluhurkan) kalimat Allah, maka ia berada di jalan Allah" (HR. Muttafaq Alaih riyadh 8)
Dari hadits di atas, terlihat betapa penting kedudukan niat dalam setiap amal.
 Dalil Aqly
Bila dilihat secara rasio (akal), niat merupakan pangkal dari setiap aktifitas. Buktinya seseorang yang akan melakukan sebuah pekerjaan, maka akan timbul maksud (niat) terlebih dahulu, kemudian tujuan dan sasaran. Maka aspek yang terpenting, yakni pembangun sebuah amal adalah niatnya terlebih dahulu.
b) Syarat Sah Niat
Adapun syarat-syarat sahnya niat adalah sebagai berikut:
• Harus Islam
Islam di sini mutlak dibutuhkan untuk melakukan amal-amal syar'I, sebab bila tidak Islam, maka amal tersebut meski diniatkan baik, tetap akan tertolak. Seperti dijelaskan dalam Al Waroqot fi ushulil fiqhiyah:



”Dan faidah dari khitob tersebut (maa salakakum fi saqor) dalam furu' (fiqh) adalah ketika siksa bagi mereka (kaum kafir)karena tidak sahnya furu' ketika keadaan mereka yang kafir, sebab terhentinya furu' pada niat yang terhalang keIslaman (sebab mereka belum masuk Islam)" (Al Waroqot: 10)
• Harus Tamyiz (mengetahui apa yang diniati)
• Harus meyakini apa yang diniati.
Maksudnya ia harus yakin dengan situasi atau kondisi yang sedang ia niati adalah yang sebenarnya. Misal: ia berniat sholat Dzuhur, tapi yakin bahwa waktu sudah Ashar, maka sholatnya batal.
• Harus tidak ada hal yang membatalkan niat (Munafi)
Yakni tidak adanya hal yang menghalangi berjalannya niat, seperti murtad ataupun menyengaja memutuskan niat sebelum tuntas amal tersebut.
• Mampu melaksanakan apa yang diniatkan
Yakni merasa mampu melaksanakan apa yang diniati, karena situasi dan kondisi yang mendukung. Misal: ia berniat ingin berkurban, padahal mash bulan Syawal, maka niatnya tidak sah.
c) Tempat Niat
Para Ulama' sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati, namun perlu diketahui, seandainya antara hati dan lisan tidak sejalan, Misal: hati berniat shalat Dzuhur, namun lisan mengucap sholat Ashar, maka yang dipakai (sah) adalah hatinya (niat sholat ashar) hal ini berlaku untuk amaliyah haqqulloh.
Tetapi bila dalam amaliyah haq adamy (mu'amalah), maka yang menjadi pegangan adalah niat lisannya, misal: wasiat, thalaq dan lain sebagainya.
d) Tujuan Adanya Niat
o Untuk membedakan antara Ibadah dan Adah (pekerjaan biasa). Misal: antara mandi biasa (tabarrud) dan mandi jum'at yang dapat membedakan adalah niatnya.
o Untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain
Misal: antara mandi jum'at dan mandi untuk ihram haji yang membedakan adalah niatnya.

C. URAIAN KAIDAH PERTAMA (Furu' Kaidah)
a. Dalam sumpah, niat itu tidak dapat mengkhususkan kalimat yang umum, tetapi sebaliknya tidak dapat membuat umum kalimat yang khusus"
Misalnya: Ada orang bersumpah: "Demi Allah saya tidak akan bicara dengan seseorang" bila ditanya "Maksud anda siapa?" "maksud saya si dia (fulan)", maka ia boleh saja berbicara dengan orang lain selain fulan tsb. Sebab lafadznya adalah umum.

Sebaliknya bila ia bersumpah: "Demi Allah saya tidak akan bicara dengan dia (fulan), jika ia ditanya "maksud anda siapa?" "maksud saya adalah orang sekampung ini" maka niatnya tidak sah, dan bila bicara dengan orang selain fulan maka dia tidak melanggar sumpah, sebab lafadznya khusus.
b. Maksud lafadz itu tergantung pada niat orang yang melafadzkan
Misalnya: Dalam keadaan Junub seseorang membaca basmalah, jika diniatkan berdzikir kepada Allah maka boleh, namun bila diniati membaca ayat Al Qur'an maka haram hukumnya. Hal ini kecuali niat yang diucapkan di depan hakim, sebab yang dipakai adalah niat hakim.
c. Amalan fardhu kadang bisa berhasil dengan amalan sunnah
Misalnya: seseorang melakukan tasyahud akhir, mulanya ia kira adalah tasyahud awal (sunnah) kemudian ingat bahwa itu adalah tasyahud akhir, maka tasyahudnya tetap sah.
d. Kalau suatu ibadah sama dengan ibadah yang lain, maka niatnya disyaratkan ta'yin (menegsakan/ menentukan)
Misalnya: shalat Dzuhur dan ashar sama keduanya dalam bilangan dan caranya, maka harus disertai ta'yin (penegasan) jenis sholat itu, "Aku niat sholat fardhu dzuhur" tidak boleh hanya "Aku niat shalat fardhu" saja.
e. Jika shalat fardhu, maka wajib menerangkan kefardhuannya
Misalnya: seseorang harus mengucapkan "Aku niat shalat fardhu Shubuh" karena itu akan membedakan dengan sholat qobliyah Shubuh.
f. Pada dasarnya mewakilkan niat kepada orang lain itu tidak boleh, kecuali niat yang harus dibarengkan dengan perbuatan yang boleh diwakilkan
Misalnya: Membagikan zakat, memotong hewan qurban dan lainnya
g. Niat harus murni (ikhlas) tidak bolah dicampuri dengan maksud lain
Misalnya: seseorang berniat sholat untuk menyembah Allah SWT sembari olah raga tubuh untuk kesehatan, maka niatnya batal.
D. TANBIH
• Segala sesuatu harus tahu ilmunya (hukumnya), sebab meski hal tersebut merupakan perkara mubah, makruh, atau sunnah, bila tidak diniati menjalankan kesunnahan atau menghindari kemakruhan (misal: menghindari rokok) maka tidak berpahala.





"(Karena Mengikuti [kemakruhan]) dengan mengekang diri darinya (kemakruhan) untuk meninggalkan larangan syara', di sini untuk membedakan meninggalkan (kemakruhan) sebab takut pada sesama makhluq, atau malu, atau terpaksa (lemah) maka tidak berpahala proses meninggalkan hal tersebut, seperti juga bila meninggalkan (kemakruhan) yang tidak diniati apa-apa" (Ad Dimyathy Ala Syarh Waroqot, shohifah 4)
• Perkara yang diniati dalam hal kebaikan harus pada posnya (mahallihi), namun tidak pada hal keharaman.
Misalnya: Kita berniat shodaqoh tetapi dengan uang hasil curian atau uang haram lainnya, maka tidak berpahala hasil shodaqoh tersebut (meskipun sama wujudnnya uang), bahkan malah berdosa. Sebaliknya bila kita minum teh, tapi kita niatkan minum arak, (meskipun wujudnya teh), maka jadilah air tersebut dihukumi arak (kadza qolahu syaikhuna At tirmasy). Wallohu A'lam

BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
a. Qowaidul Fiqhiyah menurut bahasa adalah dasar-dasar yang berhubungan dengan masalah-masalah hukum (fiqih), sedangkan menurut istilah ahli ushul adalah hukum yang biasa berlaku yaang bersesuaian dengan sebagian besar bagiannya.
b. Kaidah pokok fiqih ada lima, yang biasa disebut al asasul khomsah
c. Segala sesuatu tergantung dari niatnya, tempat niat adalah di hati (haqqulloh) dan digunakan lisan (haq adamy)
d. Segala sesuatu harus diketahui ilmunya, dan sesuai dengan tempatnya.



DAFTAR PUSTAKA



1. Al Allamah Abu Zakariya Al Anshory. Tt. Riyadhus Sholihin. Surabaya: Haromain

2. Al Allamah Ahmad Ibn Muhammad Ad Dimyathy. Tt. Ad Dimyathy Ala Syarhil Waroqot fi ushulil Fiqhi. Indonesia: Daru Ihya'il Kutubil Arabiyah.

3. Al Allamah Abi Bakr Al Ahdaly Al Yamany. 1958. Faro'idul Bahiyyah fil qowa'idil fiqhiyah. (Terj) KH. Bisyri Musthofa. Rembang: unknown.

4. Drs. Moh. Adib Bisri. 1977. Terjamah Al Faraidul Bahiyyah. Kudus: Menara Kudus

5. DEPAG RI. 2005. Al Qur'an dan Terjemahnya. Surabaya: Karya Utama.

6. Http://Moenawar.Multiply.Com/Journal/Item/10

7. Http://jacksite.wordpress.com/2007/08/15/ringkasan-kaidah-fiqh-dalam-islam/a