Idealisme versus Pragmatisme
Untuk sosok Mahasiswa
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya
Dengan kata lain bahwa pragmatisme adalah filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah yang bermanfaat dan berguna bagi manusia, so yang tidak berguna ditinggalkan.
Sedangkan Idealisme adalah suatu konsep yang diyakini oleh seseorang, yang mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berjalan dengan ideal. Ideal di sini subjektif dipandang dari sisi orang yang bersangkutan. Baik, karena nilai Ideal di sini didasarkan pada subjektifitas maka Idealisme bisa dibedakan menjadi dua: yakni Idealisme Positif serta Idealisme Negatif. Meski begitu, pada umumnya yang dimaksudkan dengan Idealisme adalah Idealisme Positif.
Secara obyektif dibalik idealisme atas sosok mahasiswa, terdapat banyak hal yang masih jauh dari harapan. Ada kalanya mahasiswa dipuja sebagai pahlawan, tetapi di kala yang lain, mahasiswa dicela dan dinafikan. Dalam hal ini perlu dipahami, mahasiswa memang tidak bermakna tunggal, melainkan plural.
Secara ekstrim ada dua wajah berbeda. Ada sosok-sosok mahasiswa yang idealis, yang mencoba merealisasikan idealismenya itu ke konteks realitas. Lantas mahasiswa memainkan perannya yang nyata di tengah-tengah publik luas. Sosok-sosok mahasiswa seperti ini, tentu tergolong sebagai sosok-sosok yang dinanti-nantikan kehadirannya. Sebaliknya, ada pula sosok-sosok mahasiswa yang loyo. Yang tergerus oleh penyakit-penyakit zaman, yang menyerah dan terlindas oleh kereta api sejarah. Mereka tidak berperan, sebab telah menjadikan dirinya sebagai bagian dari penyakit sosial. Tentu saja ini merupakan sebuah sisi gelap dari sosok mahasiswa.
Sesungguhnya, yang perlu diprihatinkan lebih serius juga adalah, konteks cara pandang dan cara berpikir kalangan muda. Penyakit-penyakit sosial yang kelihatan tersebut akan diperparah oleh kekeliruan cara pandang (paradigma) dan cara berpikir, dalam merespon dan menyikapi sesuatu secara dewasa. Cara pandang, cara berpikir yang salah akan berimbas pada cara bertindak yang salah, dan sebentuk gaya hidup yang salah pula. Gaya hidup yang salah inilah yang memunculkan penyakit sosial, di mana mahasiswa loyo tak berguna. Cara pandang, cara berpikir, dan cara bertindak yang salah itulah pragmatisme. Demikian fatal adanya.
Singkat kata, dua wajah yang berbeda itu adalah idealisme versus pragmatisme. Kondisi eksternal yang ada saat ini, di tengah derasnya globalisasi, ditambah dengan situasi multikrisis yang tak kunjung reda, kita masih berada di terowongan gelap, dan belum tahu kapan pintu keluarnya, tampak sekali lebih banyak mendukung aksi-aksi pragmatisme.
Tawaran-tawaran jalan pintas untuk mengelola hidup secara praktis ditawarkan, walaupun hanya sebatas angan-angan. Tatkala jalan pintas menjadi pilihan utama untuk menuntaskan banyak hal, maka, banyak hal yang lebih krusial, lebih penting dan maknawi ditinggalkan dan diabaikan. Nilai-nilai kewajaran hidup tergeser oleh ideologi pragmatisme.
Sementara, idealisme makin menjadi hal yang langka, terkepung oleh pesan-pesan pragmatisme, yang sedemikian mengujam dan menukik kehidupan para mahasiswa.
BULETIN
EL FIKR
Genggam Dunia Dengan Berfikir
“Perjuangan Tak Semudah Membalik Telapak Tangan”
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Salam Keilmuan…
Puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Al Kholiq Al Wahhab. Tuhan seru semesta alam. Pemberi rahmat bagi yang taat dan pemberi siksa bagi yang ingkar dan berkhianat.
Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada beliau Al Mujtaba, Nabiyulloh Muhammad SAW. Nabi terakhir, dan tak ada nabi setelah beliau.
Alhamdulillah kembali “El Fikr” sebagai salah satu unit kegiatan mahasiswa (UKM) STAIM dapat menerbitkan buletin purna semester, dengan harapan dapat menjadi sarana keilmuan dan intelektual mahasiswa.
Meski sederhana, namun tidak mengurangi bobot dan muatan layaknya sebuah buletin.
Bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, serta bulan kemerdekaan negara kita tercinta ini, maka tidak salah bila buletin ini terpanggil untuk mengangkat sebuah tema yang bertajuk “perjuangan”
So, mari berkreasi, berpikir, memburu ilmu dan genggam dunia dengannya.
Wassalamu Alaiakum Wr. Wb
KENAPA KITA HARUS MENJADI AKTIVIS??
Setiap Orang tua pasti menginginkan anaknya untuk sukses dalam bekerja dimana kategori sukses menurut orang tua adalah menjadi PNS atau pegawai kantoran,bahkan jadi tentara. Namun pernahkan ada orang tua yang menyarankan anak atau menantunya untuk bekerja menjadi aktivis, atau menjadi sang demonstran…?
Kata aktivis dalam penyerapan bahasa Indonesia adalah seorang yang aktif dalam berkegiatan atau orang yang dalam kehidupannya total memperjuangkan tujuan atau cita-citanya.
Bila kita masih dapat mengingat pelajaran sejarah dari zaman masih duduk di bangku sekolah sampai kuliah, maka kita tak bisa pungkirin bahwa kemerdekaan bangsa ini karena adanya aktivis-aktivis yang lahir dari para pemuda bangsa indoneisia.
Di era 60an lahir juga aktivis-aktivis dari dunia kemahasiswaan yang bicara dari hati, bicara tanpa ada rasa pamrih untuk sebuah perubahaan negara, yang pada saat itu banyak ketimpangan di negeri Indonesia.
Perjuangan tersebut dilanjutkan oleh para penerusnya yang masih memiliki keidialisan, pada era tahun 70an dimana para pemuda, mahasiswa mulai gerah melihat ketidak adilan yang dilakukan oleh pemimpin di jaman orde baru.
Di tahun 1998 genderang reformasi ditabuh dan mulailah bak jamur di musim hujan dimana tumbuh berbagai macam Yayasan, LSM yang memiliki Fokus dan kegiatannya beragam, visi, misi, pendekatan, dan isu yang dikembangkannya terbilang sangat luas dan banyak. Saat ini kita dapat melihat aktivis dari fokus kegiatan yang dilakukan, dan munculah sederet sebutan yang saat ini tak asing lagi bagi kita baik aktivis perempuan, aktivis HAM, aktivis hukum, aktivis lingkungan, dan lain sebagainya
Aktivis Dan Gerakan NGO (Non Goverment Organization)
Di zaman demokrasi pasca reformasi, yang ternyata membawa iklim baik bagi pergerakan aktivis di indonesia dimana mereka saat ini bekerja dengan di naungi oleh sebuah lembaga yang mempunyai payung hukum, ada yang berbentuk yayasan, perkumpulan,dll, begitupun gerak tujuannya.
Namun sayangnya pergerakan tersebut tak jarang lari dari sebuah rel yang seharusnya di emban NGO, maka tak heran seharusnya fungsi NGO adalah menjadi mitra pemerintah, atau meluruskan gerakan dari pemerintah yang terkadang sering keluar dari relnya. Maka tak heran ketika pemerintah berbuat salah, maka sejumlah kelompok NGO melakukan protes dan memberikan berbagi macam solusi untuk pemerintah, bila NGO bekerja sebagaimana mestinya dan ada kelegowoan dari pemerintah yang mau menerima kritik, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang dewasa yang pada akhirnya menjadi basang yang berkarakter, maju di segala bidang.
Bangga Menjadi Aktivis
Lahirnya aktivis di Indonesia banyak disebabkan karena ketidakpuasan atas kinerja pemerintah dalam melakukan pembangunnan yang lebih memihak pada kepentingan sepihak dibanding kepentingan mayoritas, selain itu juga banyak yang dipengaruhi karena ketidakpuasan terhadap produk hukum yang dikeluarkan oleh Negara. yang berujung pada ketidakseriusan dalam menindak kejahatan dan ketidakadilan.
Aktivis adalah mata rantai yang berfungsi sebagai jembatan dan penghubung. Maka bukankah tanpa aktivis segalanya akan terputus dan transparansi akan hilang??
Revolusi
Oleh : W.S. Rendra
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air
Saat ini kita masih terperangkap lingkaran setan
KEMISKINAN
KETIDAKPEDULIAN
KORUPSI
KERJA ASAL-ASALAN
Ayo, kita yang tidak mau lagi dijajah oleh
Kemiskinan dan kesusahan
Kini saatnya REVOLUSI kebangsaan!!!
Mari kita berjanji…
Aku
Warga Negara Indonesia
Kutumpahkan darahku,
Badanku dan hatiku
Berperang melawan
Kemiskinan dan kesusahan
Belajar dan bekerja sungguh-sungguh
Dengan semua kekuatan otot dan otakku
Menjadi pendobrak kemajuan
Bangsa dan keluarga
Demi masa depan
Indonesia bahagia dan sejahtera
WELCOME TO OUR KNOWLEDGE
Selamat Datang...
Koleksi makalah untuk temen-temen S1 Jurusan Tarbiyah beserta tulisan-tulisan menarik lain
Koleksi makalah untuk temen-temen S1 Jurusan Tarbiyah beserta tulisan-tulisan menarik lain
Jumat, 28 Agustus 2009
Selasa, 04 Agustus 2009
Al Ghozali Vs Filosof
SANGGAHAN IMAM AL GHOZALI
TERHADAP PARA FILOSOF ISLAM
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah
Filsafat Islam
Dosen Pembina: Drs. Amiruddin, M. Pd. I
Oleh:
iir
SEMESTER: II-B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM "MIFTAHUL 'ULA"
(STAIM)
JURUSAN TARBIYAH, PRODI S-1 PAI
NGLAWAK-KERTOSONO
Mei, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah SWT telah memberikan anugerah yang sangat besar kepada manusia berupa kenikmatan akal. Dengan akal pula manusia menjadi makhluk yang paling sempurna diantara semua makhlukNya, seperti dalam QS. At Thin: 5. Namun kesempurnaan akal bukanlah sebuah yang mutlak, sehingga bisa mengungguli risalah Allah SWT yang diturunkan kepada rosulNya.
Filsafat, merupakan salah satu cara mengetahui kebesaran dan keesaan Allah. Filsafat juga merupakan sebuah bentuk rasa syukur manusia kepada nikmat Tuhan yang berupa akal. Namun penggunaan akal yang liar dan melampaui otoritasnya, akan menimbulkan hal yang bertentangan dengan risalahNya. Dari sinilah Hujjatul Islam Imam Al Ghozali, memberikan bantahan terhadap para filosof muslim yang notabene terlalu mendewakan akal mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat dari Imam Al Ghozali??
2. Apa saja karya-karya dari Imam Al Ghozali??
3. Bagaimana sanggahan Al Ghozali mengenai pendapat para filosof yang dianggap menyimpang??
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah singkat dari Imam Al Ghozali
2. Untuk mengetahui karya-karya dari Imam Al Ghozali
3. Untuk mengetahui sanggahan Imam Al Ghozali mengenai pendapat para filosof yang dianggap menyimpang
BAB II
SANGGAHAN IMAM AL GHOZALI TERHADAP PARA FILOSOF ISLAM
2.1 SEJARAH SINGKAT IMAM AL GHOZALI
Imam Al Ghozali bernama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al Ghozali At Thusi. Beliau dilahirkan di Ghazal, Thus, Provinsi Khurasan , Republik Islam Iran pada tahun 450 H atau 1058 M.
Imam Al Ghozali sejak kecil sudah belajar pada ulama ahli tasawwuf, yakni Syekh Yusuf An Nassaj, Sepeninggal gurunya, beliau belajar kepada ulama di Thus, yakni Syekh Ahmad Ibn Muhammad Al Razakanya. Kemudian beliau melanjutkan menuntut ilmu pada Syekh Abu Nashr Al Isma'ily di Jurjani. Lalu akhirnya masuk ke sekolah An Nizhomiyah di Naisabur yang dipimpin oleh Imamul Haromain.
Dalam madrasah An Nidzomiyah beliau juga sempat belajar ilmu tasawwuf kepada syekh Muhammad Ibn Ali Al Farmadhi. Beliau diangkat menjadi dosen sejak umur 25 tahun, kemudian setelah guru beliau Al Juwainy wafat, beliau pindah ke Mu'askar dan berhubungan baik dengan Nidzham Al Mulk, perdana menteri Bani Saljuk. Kemudian diangkat menjadi guru besar Universitas Nidzomiyah karena repitasi beliau yang sangat hebat.
Beliau mulai berpolemik dengan golongan Bathiniyyah dan filosof . Dari sinilah beliau mulai merasakan syak (keraguan) terhadap pengetahuan, baik itu yang bersifat empirisme maupun yang rasionalisme.
Kemudian beliau pergi ke Damaskus, disana beliau beruzlah (mengasingkan diri) setelah meninggalkan segala pangkat dan reputasi yang telah beliau peroleh, di Masjid Jami Damaskus.
Beliau beribadah, tafakkur, dan mengisolasi diri dalam dunia sufistik selama 2 tahun. Lalu pada tahun 490 H/ 1098 M beliau berziarah ke Palestina dan berdoa di makam Nabi Ibrahim as. Kemudian berziarah ke Makkah dan Madinah untuk melakukan haji serta berdoa di makam Nabi Muhammad SAW. Dengan jalan inilah akhirnya beliau lepas dari keguncangan jiwanya.
Setelah sembuh dari sakitnya, beliau kembali memimpin Universitas An Nidzomiyah atas desakan perdana menteri Fakhr Al Mulk. Setelah Al Mulk meninggal beliau kembali ke Thus dan membangun pondok sufi sampai beliau wafat tahun 505 H/ 1111 M.
Dengan berbagai kemampuan yang beliau miliki, Al Ghozali dapat menjadikan sunnah, filsafat, dan sufisme menjadi satu aturan yang harmonis dan seimbang. Beliau dapat menempatkan ilmu agama, sufisme, dan filsafat pada satu pemikiran yang logis dan teratur. Beliau dapat mengembalikan pengikut sufi pada syari'at lahiriyah, mengembalikan para filosof yang mengandalkan akal semata pada jalan yang benar.
Imam Al Ghozali diberi gelar penghormatan berupa Hujjatul Islam (Argumen Islam), karena pendapat beliau yang sangat mengagumkan dalam membela Islam. Membela Islam dari kaum bathiniyah yang menyatakan bahwa ayat Al Qur'an mengandung tafsir bathin yang hanya diperoleh dari orang yang hatinya jernih, dari kaum filosof yang beranggapan bahwa dengan akal yang mandiri telah cukup untuk mengetahui hakikat sebuah kebenaran, dan dari kaum sufi yang meninggalkan syari'at lahiriyah.
2.2 KARYA-KARYA IMAM AL GHOZALI
Adapun karya-karya beliau di antaranya adalah:
a. Ihya' Ulum Al Din, berisi kumpulan pokok-pokok agama dan aqidah, ibadah, akhlak, dan kaidah-kaidah suluk (sufisme)
b. Al Iqtishad fi Al I'tiqad, berisikan aqidah faham Asy'ariyah
c. Maqosidul Falasifah, berisikan ilmu mantiq dan ketuhanan
d. Tahafutul Falasifah, berisikan kritikan kepada para filosof
e. Al Munqiz Minad Dholal, berisikan kelemahan dan kelebihan aliran-aliran yang muncul pada masa itu dalam kerangka kritis Al Ghozali
f. Bidayatul Hidayah, berisikan akhlak dan tata cara beribadah
g. Mizanul Amal, berisikan penjelasan tentang akhlak.
Dan masih banyak lagi karya-karya beliau baik dalam bidang aqidah, syari'ah, tasawuf, maupun ilmu-ilmu keduniaan.
2.3 SANGGAHAN AL GHOZALI TERHADAP FILOSOF ISLAM
Melihat perpecahan yang tejadi di zaman beliau, beliau berusaha menciptakan sebuah keseimbangan dari berbagai aspek islam. Beliau melontarkan argumen bik berupa kritik, saran maupun plus minus aliran-aliran yang muncul pada waktu itu, utamanya dapat dilihat dalam kitab beliau Al Munqiz minadh Dholal.
Dalam mengkritisi aliran-aliran yang ada, utamanya aliran filsafat. Beliau terlebih dahulu mempelajari ajaran-ajaran maupun pola pikir mereka. Dalam sebuah tulisannya, beliau berkata:
"Sejak muda hingga saat ini, sejak usiaku menjelang lima puluh tahun, ku arungi ombak lautan yang dalam ini, ku temukan berbagai rahasia aliran kelompok.
Aku tidak meninggalkan kelompok bathiniyah kecuali telah ku telaah kebathiniyahannya. Aku tidak meninggalkan kelompok zhahiri, kecuali telah ku kuasai kezhahiriannya.
Tidak ku tinggalkan kelompok filosof kecuali telah aku menguasai hakikat filsafatnya. Tidak ku tinggalkan kelompok teologis kecuali aku telah benar-benar mengkaji puncak teologis dan perdebatannya.
Tidak ku abaikan kelompok sufi, tidak juga kelompok zindiq kecuali telah aku meneliti sebab-sebab di balik keberanian dan kezindiqannya."
Dalam kitabnya Al Munqiz Minadh Dholal beliau membagi kelompok filosof menjadi tiga golongan:
a) Dahriyyun (filosof materialis), misalnya: Materialisme, Marxisme
b) Thabi'iyyun (filosof naturalis), misalnya: Naturalisme, Eksentialisme, Kantisme
c) Ilahiyyun (filosof Ketuhanan), misalnya: Platonisme, Aristotelisme
Sebenarnya sanggahan beliau tidak kepada mayoritas filosof, namun lebih kepada para pemikir yang besar, yakni Aristoteles, dan Plato serta Ibnu Sina dan Al Farabi yang menyebarkan ajaran mereka pada dunia Islam. Dan yang menyebabkan beliau memberikan pukulan telak bagi para filosof hanya dalam bidang ketuhanan dan keimanan (aqidah).
Menurut beliau, filsafat Ibnu Sina maupun Al Farabi dibagi menjadi tiga kelompok:
1. filsafatnya tidak perlu disangkal, dapat diterima
2. filsafatnya yang harus dipandang sebagai bid'ah
3. filsafatnya yang harus dipandang kafir
Kesalahan para filosof (dalam kitab Tahafutul Falasifah) terdapat dua puluh masalah, yaitu:
Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini azali
Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini kekal
Menjelaskan keragu-raguan mereka bahwa Allah Pencipta alam semesta dan sesungguhnya alam ini diciptakanNya.
Menjelaskan kelemahan mereka dalam membuktikan Yang Maha Pencipta
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak memiliki sifat
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak terbagi dalam Al Jins dan Al Fashl
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah memiliki substansi dan tidak memiliki hakikat
Menjelaskan kelemahan mereka bahwa Allah tidak berjisim
Menjelaskan pendapat mereka tentang Ad Dahr (kekal dalam arti tidak bermula dan berakhir)
Menjelaskan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selainNya
Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah hanya mengetahui Zat-Nya
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mengetahui yang juz'iyyat (parsial)
Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan bahwa planet-planet adalah hewan-hewan yang bergerak semau mereka
Membatalkan apa yang mereka sebutkan sebagai tujuan penggerak planet-planet
Membatalkan pendapat mereka bahwa planet-planet mengetahui yang juz'iyyat
Membatalkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa mustahil sesuatu terjadi di luar hukum alam
Menjelaskan pendapat mereka bahwa roh adalah substansi (jauhar) yang berdiri sendiri dan tidak memiliki tubuh
Menjelaskan pendapat mereka bahwa mustahil terjadinya fana (leburnya) jiwa manusia
Membatalkan pendapat mereka bahwa tubuh tidak akan dibangkitkan dan yang akan menerima kesenangan surga atau siksa neraka hanya roh.
Dari tiga puluh masalah tadi yang paling dikritisi oleh Al Ghozali Adalah 5 masalah yakni:
1. Masalah qodimnya alam
Pada umumnya para filosof beranggapan bahwa alam ini qodim, jadi dari segi dzat bukan dari segi zaman (waktu). Adapun pandangan para filosof adalah:
Filosof: Seandainya alam itu tidak qodim, mengapa Allah mengadakan alam itu sekarang, bukan sebelumnya?maka kehendak penciptaa (irodah) itu dari dzat atau luar dzatNya?keduanya adalah mustahil, karena Allah tidak mengalami perubahan. Jadi alam ini qodim
Al Ghozali: Alam ini memang baru dikehendakiNya untuk diciptakan pada sebuah zaman, karena sifat irodahNya yang mutlak sebagai Tuhan, jadi kenapa harus ada pengekangan iradahNya?dan sebab Allah adalah wujud yang wajib, jadi hal ini sesuai dengan hubunganNya dengan wujud yang mungkin. Jadi alam ini baru (huduts).
Filosof: Kekadiman alam hanya dari segi zaman, bukan dari segi dzat, hal ini sama seperti angka 1 yang mendahului angka 2 dan seterusnya atau gerakan tangan mendahului cincin.
Al Ghozali: wujud Allah lebih dulu dari segi zat maupun alam, jadi kita bayangkan Allah adalah dzat yang berdiri sendiri, lalu diciptakannya alam, seterusnya diciptakanlah zaman. Menurut beliau mengandaikan zaman sebelum zaman hanya khayal manusia belaka.
Filosof: Alam merupakan wujud mungkin, kemungkinan ini tak ada awalnya, jadi abadi
Al Ghozali: Seandainya dikatakan bahwa kemungkinan itu abadi, maka semakin tidak cocok dengan teori kemungkinan, karena yang menciptakan sebuah "kemungkinan"hanya Allah semata.
Al Ghozali memandang paham alam qodim ini bertentangan dengan sifat keesaan Tuhan, karena itulah dihukuminya filosof-filosof itu kafir.
2. Masalah bahwa Allah tidak mengetahui yang juz'iyyat (parsial)
Para filosof, utamanya Ibnu Sina berpendapat bahwa Allah tidak mengetahui selain Zat-Nya, jadi hanya mengetahui Zat-Nya. Allah mengetahui sesuatu dengan ilmu-Nnya yang kulli (umum).
Filosof: Allah hanya mengetahui dengan ilmuNya yang Kulli, sebab dalam alam selalu terjadi perubahan, seandainya Allah juga mengetahui yang juz'iyyat (rinci) maka akan terjadi pula perubahan ilmu Allah, dan itu mustahil terjadi padaNya.
Al Ghozali: Para filosof telah membuat kesalahan yang fatal, karena ilmu merupakan idhofat (rangkaian yang berhubungan dengan zat), jadi ilmu yang berubah tidak membawa perubahan pada dzat, dalam artian shohibul ilmi (yang memiliki ilmu) tidak berubah meski pengetahuannya bertambah atau berkurang, begitu pula Allah. Jadi Allah SWT juga mengetahui hal-hal yang juz'iyyat (parsial). Dikuatkan dengan QS. Yunus: 61 dan Qs. Al Hujurat: 16
3. Masalah kebangkitan jasmani di akhirat
Para filosof berpendapat bahwa kebangkitan jasmani di akhirat tidak ada. Adapun materi dalam akhirat hanya simbol-simbol saja untuk memudahkan pemahaman orang awam.
Filosof: Akhirat adalah suci dari penggambaran orang-orang awam, jadi yang dibangkitkan adalah roh saja. Selain itu bagaimana mungkin jasad dibangkitkan, sementara bagian-bagiannya telah dimakan ulat, ulat dimakan burung, dan burung dimakan manusia. Serta adanya cacat fisik manusia, dan akhirat suci dari hal-hal tersebut.
Al Ghozali: Akal saja tidak bisa memberikan pengertian jauh pada metafisika, telah tegas dalam syari'at Islam bahwa jasad juga akan dibangkitkan, bukankah Allah Maha Kuasa membangkitkan jasad dimanapun tercecernya, seperti Ia kuasa menciptakan otot, gigi, kulit, hanya dari setetes air mani, bukankah lebih mudah mengembalikan tubuh (jasmani) daripada penciptaan pertama (air mani).
4. Masalah hubungan kausalitas (sebab-akibat)
Para filosof, utamanya Ibnu Rusyd memandang hukum kausalitas (sebab-akibat) sebagai sebuah keniscayaan (pasti).
Filosof: Setiap ada musabab pasti ada sebab, adapun sebab itu berpengaruh otomatis secara efektif untuk menimbulkan efektifitas (akibat). Bukankah al fa'il (Allah) juga merupakan sebab utama segala sesuatu?diperkuat QS Al Isra' 77
Al Ghozali: Kecuali Al fa'il awwal (Allah), bahwa hubungan sebab akibat itu merupakan benar adanya, namun bukan sebuah keharusan. Kausalitas hanyalah adat/ kebiasaan yang diciptakanNya, yang nantinya disebut sunnatulloh, namun irodat Allah tetap mutlak adanya untuk menciptakan khoriqul adat (diluar adat) seperti Nabi Ibrahim tidak terbakar api, Nabi Sulaiman berjalan di atas angin dll.
5. Masalah Teori Emanasi
Para filosof, utamanya Ibnu Sina dan Al Farabi sepakat bahwa alam diciptakan secara pancaran (emanasi).
Filosof: sebagai Al Kholiq, Allah menciptakan alam ini tanpa ada perantara zaman, jadi alam ini qodim secara zaman, namun hanya Allah yang qodim secara dzat, Allah berta'aqqul (menggunakan akalNya), kemudian muncul energi dahsyat membentuk materi awal (al hayulal ula), kemudian Ia rubah bentuk materi awal itu menjadi alam, hal ini sesuai dengan sunnatulloh bahwa biji berubah menjadi anak pohon, anak pohon menjadi pohon, pohon berbuah dan buah jatuh menjadi tanah. Jadi pohon tidak ada begitu saja, juga sejalan dengan konsep penciptaan alam dalam Al Qur'an
Al Ghozali: Bila seandainya Allah hanya bertaaqqul untuk diriNya sendiri, maka akal akan lebih tinggi daripada Allah, karena akal bisa memikirkan Allah maupun dirinya sendiri. Seandainya alam ini dari hayulal ula maka alam juga qodim zatnya, jadi tidak ada beda pencipta dan yang diciptakan. Maka kaum filosof menganggap Allah seperti sebuah dzat yang pasif dan mati, yang hanya bisa memikirkan diriNya sendiri. Inilah sebuah kezindiqan
Bahkan filosof lain, seperti Ibnu Rusyd juga menyangkal teori Emanasi.
Demikian argumen-argumen sang hujjatul Islam dalam membela paham keislaman dari para filosof yang liar, yang berpikir jauh melampaui akal mereka sendiri, dan berpikir sesuatu yang membohongi diri mereka sendiri, baik secara dalil nash (naqly), maupun dalil akal mereka (aqly).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pada dasarnya perbedaan yang terjadi antara Al Ghozali dan para filosof adalah otoritas akal dengan wahyu Allah (Qur'an-Hadits) pada hal-hal yang ada.
2. Kritik-kritik dan sanggahan, bahkan takfir beliau Al Ghozali hanya ditujukan pada masalah filsafat ketuhanan dan keimanan, bukan yang lainnya misalnya kenegaraan.
3. Secara umum, perbedaan pendapat beliau dengan para filosof adalah mengenai qodimnya alam, hubungan kausalitas, kebangkitan jasmani di akhirat, emanasi dan pengetahuan Allah SWT tentang hal juz'iyyat (parsial).
3.2 SARAN
1. Jangan pernah berhenti berpikir tentang kebesaran Allah
2. Akal kita terbatas, maka jangan terlalu mengumbar akal kita tanpa bimbingan agama atau syari'at.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Sirajuddin Dzar,MA. 2004. Filsafat Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2. Husayn Ahmad Amin. 2001. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
3. Sidi Ghazalba. 1981. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
TERHADAP PARA FILOSOF ISLAM
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah
Filsafat Islam
Dosen Pembina: Drs. Amiruddin, M. Pd. I
Oleh:
iir
SEMESTER: II-B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM "MIFTAHUL 'ULA"
(STAIM)
JURUSAN TARBIYAH, PRODI S-1 PAI
NGLAWAK-KERTOSONO
Mei, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah SWT telah memberikan anugerah yang sangat besar kepada manusia berupa kenikmatan akal. Dengan akal pula manusia menjadi makhluk yang paling sempurna diantara semua makhlukNya, seperti dalam QS. At Thin: 5. Namun kesempurnaan akal bukanlah sebuah yang mutlak, sehingga bisa mengungguli risalah Allah SWT yang diturunkan kepada rosulNya.
Filsafat, merupakan salah satu cara mengetahui kebesaran dan keesaan Allah. Filsafat juga merupakan sebuah bentuk rasa syukur manusia kepada nikmat Tuhan yang berupa akal. Namun penggunaan akal yang liar dan melampaui otoritasnya, akan menimbulkan hal yang bertentangan dengan risalahNya. Dari sinilah Hujjatul Islam Imam Al Ghozali, memberikan bantahan terhadap para filosof muslim yang notabene terlalu mendewakan akal mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat dari Imam Al Ghozali??
2. Apa saja karya-karya dari Imam Al Ghozali??
3. Bagaimana sanggahan Al Ghozali mengenai pendapat para filosof yang dianggap menyimpang??
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah singkat dari Imam Al Ghozali
2. Untuk mengetahui karya-karya dari Imam Al Ghozali
3. Untuk mengetahui sanggahan Imam Al Ghozali mengenai pendapat para filosof yang dianggap menyimpang
BAB II
SANGGAHAN IMAM AL GHOZALI TERHADAP PARA FILOSOF ISLAM
2.1 SEJARAH SINGKAT IMAM AL GHOZALI
Imam Al Ghozali bernama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al Ghozali At Thusi. Beliau dilahirkan di Ghazal, Thus, Provinsi Khurasan , Republik Islam Iran pada tahun 450 H atau 1058 M.
Imam Al Ghozali sejak kecil sudah belajar pada ulama ahli tasawwuf, yakni Syekh Yusuf An Nassaj, Sepeninggal gurunya, beliau belajar kepada ulama di Thus, yakni Syekh Ahmad Ibn Muhammad Al Razakanya. Kemudian beliau melanjutkan menuntut ilmu pada Syekh Abu Nashr Al Isma'ily di Jurjani. Lalu akhirnya masuk ke sekolah An Nizhomiyah di Naisabur yang dipimpin oleh Imamul Haromain.
Dalam madrasah An Nidzomiyah beliau juga sempat belajar ilmu tasawwuf kepada syekh Muhammad Ibn Ali Al Farmadhi. Beliau diangkat menjadi dosen sejak umur 25 tahun, kemudian setelah guru beliau Al Juwainy wafat, beliau pindah ke Mu'askar dan berhubungan baik dengan Nidzham Al Mulk, perdana menteri Bani Saljuk. Kemudian diangkat menjadi guru besar Universitas Nidzomiyah karena repitasi beliau yang sangat hebat.
Beliau mulai berpolemik dengan golongan Bathiniyyah dan filosof . Dari sinilah beliau mulai merasakan syak (keraguan) terhadap pengetahuan, baik itu yang bersifat empirisme maupun yang rasionalisme.
Kemudian beliau pergi ke Damaskus, disana beliau beruzlah (mengasingkan diri) setelah meninggalkan segala pangkat dan reputasi yang telah beliau peroleh, di Masjid Jami Damaskus.
Beliau beribadah, tafakkur, dan mengisolasi diri dalam dunia sufistik selama 2 tahun. Lalu pada tahun 490 H/ 1098 M beliau berziarah ke Palestina dan berdoa di makam Nabi Ibrahim as. Kemudian berziarah ke Makkah dan Madinah untuk melakukan haji serta berdoa di makam Nabi Muhammad SAW. Dengan jalan inilah akhirnya beliau lepas dari keguncangan jiwanya.
Setelah sembuh dari sakitnya, beliau kembali memimpin Universitas An Nidzomiyah atas desakan perdana menteri Fakhr Al Mulk. Setelah Al Mulk meninggal beliau kembali ke Thus dan membangun pondok sufi sampai beliau wafat tahun 505 H/ 1111 M.
Dengan berbagai kemampuan yang beliau miliki, Al Ghozali dapat menjadikan sunnah, filsafat, dan sufisme menjadi satu aturan yang harmonis dan seimbang. Beliau dapat menempatkan ilmu agama, sufisme, dan filsafat pada satu pemikiran yang logis dan teratur. Beliau dapat mengembalikan pengikut sufi pada syari'at lahiriyah, mengembalikan para filosof yang mengandalkan akal semata pada jalan yang benar.
Imam Al Ghozali diberi gelar penghormatan berupa Hujjatul Islam (Argumen Islam), karena pendapat beliau yang sangat mengagumkan dalam membela Islam. Membela Islam dari kaum bathiniyah yang menyatakan bahwa ayat Al Qur'an mengandung tafsir bathin yang hanya diperoleh dari orang yang hatinya jernih, dari kaum filosof yang beranggapan bahwa dengan akal yang mandiri telah cukup untuk mengetahui hakikat sebuah kebenaran, dan dari kaum sufi yang meninggalkan syari'at lahiriyah.
2.2 KARYA-KARYA IMAM AL GHOZALI
Adapun karya-karya beliau di antaranya adalah:
a. Ihya' Ulum Al Din, berisi kumpulan pokok-pokok agama dan aqidah, ibadah, akhlak, dan kaidah-kaidah suluk (sufisme)
b. Al Iqtishad fi Al I'tiqad, berisikan aqidah faham Asy'ariyah
c. Maqosidul Falasifah, berisikan ilmu mantiq dan ketuhanan
d. Tahafutul Falasifah, berisikan kritikan kepada para filosof
e. Al Munqiz Minad Dholal, berisikan kelemahan dan kelebihan aliran-aliran yang muncul pada masa itu dalam kerangka kritis Al Ghozali
f. Bidayatul Hidayah, berisikan akhlak dan tata cara beribadah
g. Mizanul Amal, berisikan penjelasan tentang akhlak.
Dan masih banyak lagi karya-karya beliau baik dalam bidang aqidah, syari'ah, tasawuf, maupun ilmu-ilmu keduniaan.
2.3 SANGGAHAN AL GHOZALI TERHADAP FILOSOF ISLAM
Melihat perpecahan yang tejadi di zaman beliau, beliau berusaha menciptakan sebuah keseimbangan dari berbagai aspek islam. Beliau melontarkan argumen bik berupa kritik, saran maupun plus minus aliran-aliran yang muncul pada waktu itu, utamanya dapat dilihat dalam kitab beliau Al Munqiz minadh Dholal.
Dalam mengkritisi aliran-aliran yang ada, utamanya aliran filsafat. Beliau terlebih dahulu mempelajari ajaran-ajaran maupun pola pikir mereka. Dalam sebuah tulisannya, beliau berkata:
"Sejak muda hingga saat ini, sejak usiaku menjelang lima puluh tahun, ku arungi ombak lautan yang dalam ini, ku temukan berbagai rahasia aliran kelompok.
Aku tidak meninggalkan kelompok bathiniyah kecuali telah ku telaah kebathiniyahannya. Aku tidak meninggalkan kelompok zhahiri, kecuali telah ku kuasai kezhahiriannya.
Tidak ku tinggalkan kelompok filosof kecuali telah aku menguasai hakikat filsafatnya. Tidak ku tinggalkan kelompok teologis kecuali aku telah benar-benar mengkaji puncak teologis dan perdebatannya.
Tidak ku abaikan kelompok sufi, tidak juga kelompok zindiq kecuali telah aku meneliti sebab-sebab di balik keberanian dan kezindiqannya."
Dalam kitabnya Al Munqiz Minadh Dholal beliau membagi kelompok filosof menjadi tiga golongan:
a) Dahriyyun (filosof materialis), misalnya: Materialisme, Marxisme
b) Thabi'iyyun (filosof naturalis), misalnya: Naturalisme, Eksentialisme, Kantisme
c) Ilahiyyun (filosof Ketuhanan), misalnya: Platonisme, Aristotelisme
Sebenarnya sanggahan beliau tidak kepada mayoritas filosof, namun lebih kepada para pemikir yang besar, yakni Aristoteles, dan Plato serta Ibnu Sina dan Al Farabi yang menyebarkan ajaran mereka pada dunia Islam. Dan yang menyebabkan beliau memberikan pukulan telak bagi para filosof hanya dalam bidang ketuhanan dan keimanan (aqidah).
Menurut beliau, filsafat Ibnu Sina maupun Al Farabi dibagi menjadi tiga kelompok:
1. filsafatnya tidak perlu disangkal, dapat diterima
2. filsafatnya yang harus dipandang sebagai bid'ah
3. filsafatnya yang harus dipandang kafir
Kesalahan para filosof (dalam kitab Tahafutul Falasifah) terdapat dua puluh masalah, yaitu:
Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini azali
Membatalkan pendapat mereka bahwa alam ini kekal
Menjelaskan keragu-raguan mereka bahwa Allah Pencipta alam semesta dan sesungguhnya alam ini diciptakanNya.
Menjelaskan kelemahan mereka dalam membuktikan Yang Maha Pencipta
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak memiliki sifat
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak terbagi dalam Al Jins dan Al Fashl
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah memiliki substansi dan tidak memiliki hakikat
Menjelaskan kelemahan mereka bahwa Allah tidak berjisim
Menjelaskan pendapat mereka tentang Ad Dahr (kekal dalam arti tidak bermula dan berakhir)
Menjelaskan pendapat mereka bahwa Allah mengetahui yang selainNya
Menjelaskan kelemahan pendapat mereka bahwa Allah hanya mengetahui Zat-Nya
Membatalkan pendapat mereka bahwa Allah tidak mengetahui yang juz'iyyat (parsial)
Menjelaskan pendapat mereka yang menyatakan bahwa planet-planet adalah hewan-hewan yang bergerak semau mereka
Membatalkan apa yang mereka sebutkan sebagai tujuan penggerak planet-planet
Membatalkan pendapat mereka bahwa planet-planet mengetahui yang juz'iyyat
Membatalkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa mustahil sesuatu terjadi di luar hukum alam
Menjelaskan pendapat mereka bahwa roh adalah substansi (jauhar) yang berdiri sendiri dan tidak memiliki tubuh
Menjelaskan pendapat mereka bahwa mustahil terjadinya fana (leburnya) jiwa manusia
Membatalkan pendapat mereka bahwa tubuh tidak akan dibangkitkan dan yang akan menerima kesenangan surga atau siksa neraka hanya roh.
Dari tiga puluh masalah tadi yang paling dikritisi oleh Al Ghozali Adalah 5 masalah yakni:
1. Masalah qodimnya alam
Pada umumnya para filosof beranggapan bahwa alam ini qodim, jadi dari segi dzat bukan dari segi zaman (waktu). Adapun pandangan para filosof adalah:
Filosof: Seandainya alam itu tidak qodim, mengapa Allah mengadakan alam itu sekarang, bukan sebelumnya?maka kehendak penciptaa (irodah) itu dari dzat atau luar dzatNya?keduanya adalah mustahil, karena Allah tidak mengalami perubahan. Jadi alam ini qodim
Al Ghozali: Alam ini memang baru dikehendakiNya untuk diciptakan pada sebuah zaman, karena sifat irodahNya yang mutlak sebagai Tuhan, jadi kenapa harus ada pengekangan iradahNya?dan sebab Allah adalah wujud yang wajib, jadi hal ini sesuai dengan hubunganNya dengan wujud yang mungkin. Jadi alam ini baru (huduts).
Filosof: Kekadiman alam hanya dari segi zaman, bukan dari segi dzat, hal ini sama seperti angka 1 yang mendahului angka 2 dan seterusnya atau gerakan tangan mendahului cincin.
Al Ghozali: wujud Allah lebih dulu dari segi zat maupun alam, jadi kita bayangkan Allah adalah dzat yang berdiri sendiri, lalu diciptakannya alam, seterusnya diciptakanlah zaman. Menurut beliau mengandaikan zaman sebelum zaman hanya khayal manusia belaka.
Filosof: Alam merupakan wujud mungkin, kemungkinan ini tak ada awalnya, jadi abadi
Al Ghozali: Seandainya dikatakan bahwa kemungkinan itu abadi, maka semakin tidak cocok dengan teori kemungkinan, karena yang menciptakan sebuah "kemungkinan"hanya Allah semata.
Al Ghozali memandang paham alam qodim ini bertentangan dengan sifat keesaan Tuhan, karena itulah dihukuminya filosof-filosof itu kafir.
2. Masalah bahwa Allah tidak mengetahui yang juz'iyyat (parsial)
Para filosof, utamanya Ibnu Sina berpendapat bahwa Allah tidak mengetahui selain Zat-Nya, jadi hanya mengetahui Zat-Nya. Allah mengetahui sesuatu dengan ilmu-Nnya yang kulli (umum).
Filosof: Allah hanya mengetahui dengan ilmuNya yang Kulli, sebab dalam alam selalu terjadi perubahan, seandainya Allah juga mengetahui yang juz'iyyat (rinci) maka akan terjadi pula perubahan ilmu Allah, dan itu mustahil terjadi padaNya.
Al Ghozali: Para filosof telah membuat kesalahan yang fatal, karena ilmu merupakan idhofat (rangkaian yang berhubungan dengan zat), jadi ilmu yang berubah tidak membawa perubahan pada dzat, dalam artian shohibul ilmi (yang memiliki ilmu) tidak berubah meski pengetahuannya bertambah atau berkurang, begitu pula Allah. Jadi Allah SWT juga mengetahui hal-hal yang juz'iyyat (parsial). Dikuatkan dengan QS. Yunus: 61 dan Qs. Al Hujurat: 16
3. Masalah kebangkitan jasmani di akhirat
Para filosof berpendapat bahwa kebangkitan jasmani di akhirat tidak ada. Adapun materi dalam akhirat hanya simbol-simbol saja untuk memudahkan pemahaman orang awam.
Filosof: Akhirat adalah suci dari penggambaran orang-orang awam, jadi yang dibangkitkan adalah roh saja. Selain itu bagaimana mungkin jasad dibangkitkan, sementara bagian-bagiannya telah dimakan ulat, ulat dimakan burung, dan burung dimakan manusia. Serta adanya cacat fisik manusia, dan akhirat suci dari hal-hal tersebut.
Al Ghozali: Akal saja tidak bisa memberikan pengertian jauh pada metafisika, telah tegas dalam syari'at Islam bahwa jasad juga akan dibangkitkan, bukankah Allah Maha Kuasa membangkitkan jasad dimanapun tercecernya, seperti Ia kuasa menciptakan otot, gigi, kulit, hanya dari setetes air mani, bukankah lebih mudah mengembalikan tubuh (jasmani) daripada penciptaan pertama (air mani).
4. Masalah hubungan kausalitas (sebab-akibat)
Para filosof, utamanya Ibnu Rusyd memandang hukum kausalitas (sebab-akibat) sebagai sebuah keniscayaan (pasti).
Filosof: Setiap ada musabab pasti ada sebab, adapun sebab itu berpengaruh otomatis secara efektif untuk menimbulkan efektifitas (akibat). Bukankah al fa'il (Allah) juga merupakan sebab utama segala sesuatu?diperkuat QS Al Isra' 77
Al Ghozali: Kecuali Al fa'il awwal (Allah), bahwa hubungan sebab akibat itu merupakan benar adanya, namun bukan sebuah keharusan. Kausalitas hanyalah adat/ kebiasaan yang diciptakanNya, yang nantinya disebut sunnatulloh, namun irodat Allah tetap mutlak adanya untuk menciptakan khoriqul adat (diluar adat) seperti Nabi Ibrahim tidak terbakar api, Nabi Sulaiman berjalan di atas angin dll.
5. Masalah Teori Emanasi
Para filosof, utamanya Ibnu Sina dan Al Farabi sepakat bahwa alam diciptakan secara pancaran (emanasi).
Filosof: sebagai Al Kholiq, Allah menciptakan alam ini tanpa ada perantara zaman, jadi alam ini qodim secara zaman, namun hanya Allah yang qodim secara dzat, Allah berta'aqqul (menggunakan akalNya), kemudian muncul energi dahsyat membentuk materi awal (al hayulal ula), kemudian Ia rubah bentuk materi awal itu menjadi alam, hal ini sesuai dengan sunnatulloh bahwa biji berubah menjadi anak pohon, anak pohon menjadi pohon, pohon berbuah dan buah jatuh menjadi tanah. Jadi pohon tidak ada begitu saja, juga sejalan dengan konsep penciptaan alam dalam Al Qur'an
Al Ghozali: Bila seandainya Allah hanya bertaaqqul untuk diriNya sendiri, maka akal akan lebih tinggi daripada Allah, karena akal bisa memikirkan Allah maupun dirinya sendiri. Seandainya alam ini dari hayulal ula maka alam juga qodim zatnya, jadi tidak ada beda pencipta dan yang diciptakan. Maka kaum filosof menganggap Allah seperti sebuah dzat yang pasif dan mati, yang hanya bisa memikirkan diriNya sendiri. Inilah sebuah kezindiqan
Bahkan filosof lain, seperti Ibnu Rusyd juga menyangkal teori Emanasi.
Demikian argumen-argumen sang hujjatul Islam dalam membela paham keislaman dari para filosof yang liar, yang berpikir jauh melampaui akal mereka sendiri, dan berpikir sesuatu yang membohongi diri mereka sendiri, baik secara dalil nash (naqly), maupun dalil akal mereka (aqly).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Pada dasarnya perbedaan yang terjadi antara Al Ghozali dan para filosof adalah otoritas akal dengan wahyu Allah (Qur'an-Hadits) pada hal-hal yang ada.
2. Kritik-kritik dan sanggahan, bahkan takfir beliau Al Ghozali hanya ditujukan pada masalah filsafat ketuhanan dan keimanan, bukan yang lainnya misalnya kenegaraan.
3. Secara umum, perbedaan pendapat beliau dengan para filosof adalah mengenai qodimnya alam, hubungan kausalitas, kebangkitan jasmani di akhirat, emanasi dan pengetahuan Allah SWT tentang hal juz'iyyat (parsial).
3.2 SARAN
1. Jangan pernah berhenti berpikir tentang kebesaran Allah
2. Akal kita terbatas, maka jangan terlalu mengumbar akal kita tanpa bimbingan agama atau syari'at.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Sirajuddin Dzar,MA. 2004. Filsafat Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2. Husayn Ahmad Amin. 2001. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
3. Sidi Ghazalba. 1981. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Langganan:
Postingan (Atom)