WELCOME TO OUR KNOWLEDGE

Selamat Datang...
Koleksi makalah untuk temen-temen S1 Jurusan Tarbiyah beserta tulisan-tulisan menarik lain

Jumat, 12 November 2010

Makalah Filsafat Islam: Filsafat Al-Mutawahhid Ibnu Bajjah

FALSAFAH AL-MUTAWAHHID
IBNU BAJJAH

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah
FILSAFAT ISLAM

Dosen Pembina: Drs. Amiruddin, M. Ag










Oleh:
SEMESTER: II



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM "MIFTAHUL 'ULA"
(STAIM)
FAKULTAS TARBIYAH, PRODI S-1 PAI
NGLAWAK-KERTOSONO
Juli, 2009
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Sudah tidak asing lagi tentang istilah falsafah atau filsafat di dalam dunia Islam. Karena sejak masa tabi-et tabie-in telah munculnya ajaran-ajaran yang dipakai dalam pola pikir filsafat, yakni rasionalisme. Dimulai dengan filosof pertama Islam yang membuka jalan bagi filsafat di dunia Isla, yakni Al Kindi, kemudian di teruskan oleh para filosof berikutnya.
Filsafat Al Mutawahhid merupakan salah satu ajaran yang ada yang dicetuskan oleh seorang filosof muslim, Ibnu Bajjah. Beliau yang merupakan salah satu dari sekian banyak filosof muslim yang mengibarkan bendera rasio dan berpikir sedalam-dalamnya sebagai salah satu bentuk syukur kepada Allah SWT. Untuk mengetahui tentang ajaran-ajaran filsafat Ibnu Bajjah, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dari Ibnu Bajjah??
2. Apa saja karya-karya dari Ibnu Bajjah??
3. Apa saja pemikiran-pemikiran dari Ibnu Bajjah, utamanya filsafat Al Mutawahhid??

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah singkat Ibnu Bajjah
2. Untuk mengetahui Ibnu Bajjah karya-karya dari Ibnu Bajjah
3. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran dari Ibnu Bajjah, utamanya filsafat Al Mutawahhid.

BAB II
Falsafah Al Mutawahhid
IBNU BAJJAH


A. RIWAYAT HIDUP IBNU BAJJAH
Terlahir dengan nama Abubakar Muhammad ibn Al-Shaigh, di Saragossa Spanyol menjelang akhir abad ke-5 H/ IX M. Orang-orang eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibnu Bajjah dengan “Apempace”. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, demikian juga masa kecil dan masa mudanya. Sejauh yang tercatat oleh sejarah bahwa ia hidup di Serivlle, Granada dan Fez.
Di Fez ia diangkat menjadi pejabat tinggi (wazir) oleh Gubernur Abubakar bin Yahya ibn Yusuf Ibn Tasyifin. Ia menjabat selama dua puluh tahun berkat kemampuan dan pengetahuannya. Menurut satu riwayat, ia meninggal di Fez karena diracun oleh seorang dokter bernama Ibn Zuhr yang merasa iri terhadap kecerdasan, ilmu dan ketenarannya.
Ibnu Bajjah adalah seorang filosof Islam Barat yang pertama mempelajari Filsafat Al-Farabi dan Aristoteles. Dan para ahli sejarah memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan mahir dalam berbagai ilmu. Bahkan Fath ibn Khaqan yang telah menuduh Ibnu Bajjah sebagai ahli bid’ah dan mengecamnya dengan pedas dalam karyanya “Qalaid al-Iqyan” pun mengakui akan keluasan pengetahuannya dan tidak meragukan ke-amat pandaiaannya. Karena menguasai sastra, tatta bahasa dan filsafat kuno sertailmu yang lain, oleh tokohtokoh sezamannya ia disejajarkan dengan al-Syaikh al-Rais Ibnu Sina.

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, Ibnu Bajjah adalah juga seorang yang ahli dalam teori dan praktek ilmu-matematika, terutama ilmu astronomi dan musik, mahir dalam ilmu pengobatan dan tekun dalam studi-studi spekulatif seperti logika, Filsafat alam dan metafisika.
Disamping itu ia juga adalah seorang pemikir golongan perguruan Aristoteles dan menekankan, bahwa sekiranya seseorang melatih penalarannya secara sempurna, amaka ia akan sampai kepada kebenaran meskipun tanpa bantuan wahyu atau perantara lainnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa manusia dengan berpikir sendiri (berFilsafat) akan sanggup memahami dirinya sendiri dan memahami (makrifat) akal yang tertinggi, yaitu Yang Maha Kuasa. Atas dasar ini ia sangat enggan terhadap haluan anti-rasional dari al Ghazali yang menetapkan bahwa ilham (pengetahuan yang diperoleh langusng dari Tuhan) merupakan pengetahuan yang paling penting dan paling dipercaya.
Banyak ahli pikir yang sezaman dengan Ibnu Bajjah secara jujur mengakui dan menghargai akan kepandaian dan keluasan pengetahuannya. Dan tidak terkecuali kedua murid beliau, yaitu Abu al-Hasan Ali Ibn al-Imam dan Ibnu Tufail mengomentari dan memberikan pujian-pujian yang luar biasa terhadap Ibnu Bajjah. Ibnu al-Imam menganggap bahwa Ibnu Bajjah merupakan orang pertama yang mampu membuka rahasia karya-karya folosofis yang diimport dari Timur ke Spanyol pada zaman al-Hakam II. Sebelum Ibnu Bajjah, menurut Ibnu al-imam karya-karya tersebut masih tetap merupakan rahasia.
Demikian juga Ibnu Tufail, pengarang roman filosofis “Hayy Ibn Yaqzan’ seorang filosof lebih muda yang hidup sejaman dengan Ibnu Bajjah, menyebut Ibnu Bajjah secara khusus dalam karya roman tersebut dan melukiskannya sebagai orang yang memiliki pikiran tajam dan pandangan yang lebih akurat atau wawasan yang lebih luas dibanding dengan pendahulu-pendahulunya atau orang-orang yang sezaman.


B. KARYA-KARYANYA
Sebagai seorang ilmuwan dan filosof, Ibnu Bajjah telah banyak menulis karya-karya, baik besar maupun kecil. Di antara karya-karya tersebut ialah :
• Beberapa risalah dalam ilmu logika sebagai penjelasan terhadap risalah-risalah al Farabi dalam masalah logika. Karya ini ditulis pada tahun 667 H/1307 M di Seville, dan samapai sekarang masih tersimpan di perpusakaan Escurial, Spanyol.
• Risalah tentang Jiwa (Kitaab al-Nafs).
• Risalah al-Ittishal, yaitu yang membahas tentang pertemuan manusia dengan akal fa’al.
• Risalah al-Wada’, berisi uraian tentang penggerak pertama bagi manusia dan tujuan sebenarnya bagi wujud manusia dan alam.
• Beberapa risalah tentang ilmu falak dan ketabiban.
• Risalah Tadbir al-mutawahhid
• Beberapa ulasan terhadap buku-buku filsafat dari Aristoteles, al-Farabi dan Porphyrius
Diantara karangan-karangan ibnu Bajjah yang paling penting ialah Risalah”Tadbir al-Mutawahhid” yang membicarakan usaha-usaha orang yang menjauhi segala macam keburukan masyarakat yang disebut “mutawahhid” atau “penyendiri”. Meskipun risalah itu tidak ada, Musa al-Marbuni telah menganalisisnya secara seksama, sehingga memungkinkan kita untuk mendapatkan gambaran tentang usaha si penyendiri tersebut untuk dapat bertemu dengan akal fa’al (akal aktif). Dan pada dasarnya, baik dalam risalah tentang perhubungan (Ittishal al’aql di al-insan), Ibnu Bajjah mencoba untuk mengembangkan tema-tema klasik tentang gerak maju intelektual dari keadaan potensialitas ke dalam keadaan aktualitas dan ‘kontak’ terakhir akal ‘perolehan’ dengan akal aktif yang hanya menjadi hak istimewa dari sebagian kecil manusia yang mampu mencapainya.
C. PEMIKIRANNYA
Bila al-Kindi, al Farabi dan Ibnu Sina, ketiga-tiganya merupakan tokoh pemuka filsafat di dunia Timur Islam, maka Ibnu Bajjah bersama Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd merupakan filosof-filosof Islam yang paling terkenal di negeri islam Barat. Oleh karena penelitian ilmiyah di Timur lebih awal daripada Barat, maka ahli filsafat Andalus mengikuti sebagian contoh ialah Ibnu Bajjah dan Ibnu Tufail mengikuti langkah al Farabi dan Ibnu Sina.
Di antara pemikiran-pemikiran kefilsafatan Ibnu Bajjah ialah :
a. Teori al-Ittishal
Dalam teori ini Ibnu Bajjah berpendapat, bahwa manusia pada prinsipnya mampu untuk berhubungan dan meleburkan diri dengan akal faal melalui perantaraan ilmu dan pertumbuhan kekuatan insaniyahnya. Segala keutamaan dan perbuatan budi pekerti mendoring kesanggupan ilmu yang berakal, serta penguasannya terhadap nafsu hewani.
Untuk sampai kepada tujuan tersebut manusia harus melepaskan diri dari keburukan-keburukan masyarakat dan menyendiri serta dapat memakai kekuatan pikiran untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu sebesar mungkin. Juga seseorang dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya.
Lebih lanjut beliau menyarankan, bahwa untuk menapai kedekatan dengan Tuhan manausi ahrus melakukan tiga hal : 1). Membuat lidah selalu mengigat Tuhan dan memuliakannya, 2) membuat organ-organ tuhan bertindak sesuai dengan wawasan fikiran, dan 3). Menghindari segala yang membuat lalai mengingat Tuhan atau membuat hati berpaling dari-Nya. Boleh jadi kita akan mengira bahwa Ibnu Bajjah meminta kepada seseorang untuk menjauhi masyarakat sama sekali, yaitu uzlah (penyendirian) seperti yang diperintahkan orang-orang sufi. Akan tetapi sebenarnya uzlah yang dikemukakan oleh Ibnu Bajjah bukanlah menjauhi manusia, melainkan tetap juga berhubungan dengan masyarakat.
Hanya saja ia harus selalu bisa menguasai dirinya dan hawa nafsunya dan tidak terbawa leh arus keburukan-keburukan kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, ia harus berpusat pada dirinya sendiri dan selalu merasa bahwa dirinya sendiri anutan dan pembuat aturan-aturan bagi masyarakat, bukan justru tenggelam di dalam keburukan-keburukan masyarakat.
Bagi Ibnu Bajjah, tiap-tiap orang mampu menempuh jalan tersebut, dan tidak ada yang menghambatnya, kecuali peremahannya terhadap dirinya sendiri dan ketundukannya terhadap keburukan-keburukan masyarakat. Kalau sekiranya tiap-tiap orang bisa meninggalkan sikap tersebut, tentulah masyarakat manusia keseluruhannya bisa mencapai kesempurnaan. Akan tetapi menurut Ibnu Bajjah hanya penyendiri saja yang dapat mencapai tingkat akal mastafad, yaitu akal yang sudah menerima pengetahuan dari akal fa’al.

b. Epistimologi
Ibnu Bajjah telah memberi corak baru terhadap filsafat Islam Barat dalam teori makrifat (epistimologi, pengetahuan) yang berbeda dengan corak yang telah dibentuk dan diberikan al-Ghazali di dunia Islam timur sepeninggal filosof-filosof Islam. Permasalahannya adalah, bahwa menurut al-Ghazali, ilham adalah sumber pengetahuan yang paling penting dan paling dapat dipercaya.
Setelah Ibnu Bajjah datang, ia menolak teori tersebut dan menetapkan bahwa seseorang dapat mencapai puncak makrifat dan meleburkan diri pada akal fa’al jika ia telah dapat melepaskan diri dari keburukan-keburukan masyarakat dan menyendiri serta dapat mempergunakan kekuatan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan kecerdasan yang lebih besar.
Juga seseorang dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya atas pikiran hewaninya. Ibnu Bajjah menjelaskan lebih lanjut bahwa masyarakat umum bisa mengalahkan perseorang. Masyarakat bisa mengalahkan daya kemampuan berpikir perseorangan dan mengahalanginya untuk mencapai kesempurnaan.
c. Moral
Tujuan Manusia hidup di dunia ini, kata ibn bajjah, adalah untuk memperoleh kebahagiaan. Untuk itu, diperlukan usaha yang bersumber pada kemauan bebas dan pertimbangan Akal dan jauh dari nafsu Hewani. Lebih jauh ibn bajjah mengelompokkan perbuatan manusia kepada Perbuatan Hewani dan Perbuatan Manusiawi. Watak sejati manusia pada hakikatnya bersifat Intelektual, yang merupakan karakteristik semua bentuk spiritual. Dan hanya “manusia spiritual” inilah yang benar-benar dapat menenyal kebahagiaan.
Ibn bajjah menyatakan bahwa kemajuan Intelektual bukanlah semata-mata atas usaha manusia, tetapi disempurnakan oleh Tuhan dengan memasukkan cahaya ke dalam Hati. Pemikiran ibn bajjah tersebut, menurut Al Hanafi nampaknya telah mempengaruhi Immanuel Kant, meskipun Knt telah menambah pemikiran-pemikiran baru yang menyebabkan ia lebih maju dari ibn bajjah .

d. Politik
Dalam kedudukannya sebagai seorang filosof besar pada zamannya, ternyata Ibnu Bajjah juga mempunyai kecenderungan dalam masalah-masalah politik. Hal ini terbukti dengan sampainya Ibnu Bajjah pada jenjang wazir pada masa pemerintahan Gubernur Abubakar Ibn Yahya ibn Yusuf ibn Tasyifin dan menduduki jabatan tersebut selama lebih kurang dua puluh tahun.
Ibnu Bajjah sempat menulis sejumlah risalah kecil mengenai teori-teori politik, terutama tentang pemerintahan Dewan-Negara dan pemerintahan negara kota. Dalam tulisan-tulisannya, kelihatannya ibnu Bajjah sangat setuju dengan teori politik al- Farabi. Misalnya ia menerima pendapat al Farabi yang membagi negara menjadi negara sempurna dan yang tidak sempurna.
Dia juga setuju dengan anggapan bahwa individu yang berbeda dari sebuah bangsa memiliki watak yang berbeda pula, sebagian mereka lebih suka memerintah dan sebagian yang lain lebih suka diperintah. Tetapi Ibnu Bajjah sendiri dalam kenyatannya mermberikan tambahan-tambahan terhadap teori-teori dan sistem al farabi.
Sebagai contoh, ketika ia membicarakan tentang pemerintah yang memerintah secara sendirian (mutawahhid), ia berpendapat bahwa pemeritah tersebut harus selalu berada lebih tinggi dari orang-orang lain. Dan meskipun menghindari orang lain itu sendiri tidak diinginkan, namun Ibnu Bajjah menasehati agar pemerintah tersebut menemui masyarakatnya pada beberapa kesempatan terentu dan dalam waktu sebentar saja. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan.
Selain dari itu, dalam sistem al-Farabi dan Ibnu Bajjah, konstitusi harus disusun oleh kepala negara yang telah disamakan oleh al Farabi dengan seorang Nabi atau imam. Ibnu Bajjah tidak menyebutkan identitas ini secara terperinci, tetapi secara tidak langsung ia setuju dengan pendapat al Farabi ketika ia menyatakan bahwa manusia tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali lewat ajaran yang dibawa oleh para rasul dari tuhan, yaitu hukum Tuhan atau Syari’ah. Mereka yang mengikuti petunjuk Tuhan tidak akan sesat.


BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Dari uraian-uaian di atas dapat disimpulkan bal-hal sebagai berikut :
1. Ibnu Bajjah merupakan filosof Islam Barat yang pertama mempelajari Filsafat al-Farabi dan Aristoteles
2. Dalam pemikiran-pemikiran kefilsafatan, Ibnu Bajjah banyak sesuai dan sependapat dengan teori-teori al Farabi, terutama tentang logika, fisika, metafisika dan teori-teori kenegaraan, walaupun Inbu Bajjah sendiri banyak memberikan tambahan-tambahan terhadap teori-teori tersebut.
3. Tentang teori makrifat (epistimologi), pendapat Ibnu Bajjah sangat bertolak belakang dengan Al-Ghazali.
4. Menurut Ibnu Bajjah, untuk mencapai kesempurnaan, meraih martabat tinggi dan mencapai puncak makrifat serta meleburkan diri dengan akal fa’al, seseorang harus melepaskan diri dari dengan akal fa’al, seseorang harus melepaskan diri dari keburukankeburukan masyarakat dan menyendiri (mutawahhid).

DAFTAR PUSTAKA




1. Prof. Dr. Sirajuddin Dzar,MA. 2004. Filsafat Islam . Jakarta: Raja Grafindo Persada.

2. A. Hanafi, 1976. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

3. Http://Blog-Indonesia.Com/Blog-Archive-9987-19.Html

Tidak ada komentar: