WELCOME TO OUR KNOWLEDGE

Selamat Datang...
Koleksi makalah untuk temen-temen S1 Jurusan Tarbiyah beserta tulisan-tulisan menarik lain

Senin, 08 November 2010

Makalah Ilmu Pendidikan: Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI INDONESIA


MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
ILMU PENDIDIKAN


Dosen Pembimbing :
Dra. Hj. Luluk Indarinul Mufidah, M. Pd.I

















Oleh:


Semester IV-B






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MIFTAHUL ‘ULA”
( STAIM )
FAKULTAS TARBIYAH PRODI S1-PAI
Nglawak – Kertosono - Nganjuk
Juni 2010

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
DI INDONESIA


A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan atau dalam bahasa Inggris, education, DAN dalam bahasa latin educere berarti memasukkan sesuatu, yang maksudnya memasukkan ilmu ke kepada orang. (Langgulung, 2003 : 2).
Dalam bahasa Arab digunakan beberapa istilah yaitu :
"Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!" (QS. Al-Baqoroh : 31)
1. Pengertian pendidikan menurut para ahli
a. Langeveled
Pendidikan adalah usaha, pengaruh dan perlindungan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak supaya cakap di dalam melaksanakan tugas hidupnya.
b. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan uang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada waktu dewasa.
c. Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak agar mereka sehingga anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
d. Dwikara
Pendidikan adalah pemanusiaan manusia/mengangkat manusia ke taraf insani.
e. Jhon Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan percakapan yang fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam sesama manusia.



f. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik dalam pementukan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
2. Pengertian pendidikan menurut UU
a. UU Sisdiknas tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya di masa akan datang.
b. UU No. 20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, bangsa dan negara.

B. Tujuan Pendidikan di Indonesia
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 26 ayat 1 disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar :
a. Kecerdasan
b. Pengetahuan
c. Kepribadian
d. Akhlak mulia
e. Ketrampilan untuk hidup mandiri
f. Mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Dalam filsafat pendidikan Indonesia, tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila pancasila. Tujuan ini mengoperasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoperasionalkan wujud sila-sila pancasila dalam diri peserta didik secara detail. Agar satu persatu dapat ditanamkan melalui proses belajar-mengajar, juga perlu dijelaskan kaitan antara sila-sila pancasila dengan norma yang berlaku di masyarakat Indonesia serta isi ajaran-ajaran agama di Indonesia agar dapat ditanamkan pada diri peserta didik.
Salah satu di antara para ahli adalah Paulo Friere. Ia mengemukakan bahwa hendaklah pendidikan itu membuat manusia menjadi transitif yaitu suatu kemampuan menangkap dan menanggapi masalah-masalah lingkungan serta mampu berdialog, tidak hanya dengan sesama tetapi juga dengan dunia beserta segala isinya, dan juga harus mampu membekali manusia kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap kecenderungan semakin kuatnya kebudayaan industri, walaupun kebudayaan itu dapat menaikkan standar hidup manusia.
(pidarta, 2007 : 18).
Tujuan pendidikan di Indonesia seperti telah dibahas sebelumnya, ialah untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara berimbang, optimal dan terintegrasi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, sudah tentu harapan-harapan para ahli yang dilukiskan di atas bisa tercapai. Sebab tujuan pendidikan inipun mengembangkan potensi-potensi individu seperti apa adanya. Dengan kata lain, secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para ahli pendidikan di dunia.

C. Lembaga-Lembaga Pendidikan di Indonesia
Lembaga pendidikan di Indonesia dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Lembaga pendidikan jalur formal
Yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang.
a. Lembaga pendidikan pra sekolah (PAUD)
b. Lembaga pendidikan dasar (SD dan SMP atau yang sederajat)
c. Lembaga pendidikan menengah (SMA dan SMK atau yang sederajat)
d. Lembaga pendidikan tinggi
2. Lembaga pendidikan jalur nonformal
Yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Lembaga pendidikan jalur informal pada keluarga dan masyarakat.


D. Pendidikan di Indonesia
Secara lebih terperinci, kondisi sitem pendidikan nasional dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kurikulum
Kurikulum pendidikan nasional yang berlaku saat ini adalah kurikulum KTSP yang telah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman. Namun selain diupayakan untuk meningkatkan angka partisipasi, pendidikan juga dituntut untuk memperhatikan peningkatan mutu dan relevansi. Peningkatan mutu pendidikan selama ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. (Jalal, 2001 : 21). Penyebabnya adalah mutu dan distribusi guru yang masih belum memadai, kurang-kurangnya sarana dan prasarana pendidikan kurikulum yang belum memadai dan lingkungan pendidikan yang belum mendukung.
2. Tenaga pendidikan
Profesionalisme dan kesejahteraan guru merupakan komponen vital dalam menjamin mutu pendidikan sesuai dengan perkembangan IPTEK, maka tuntutan kompetensi guru mengalami penyesuaian, kualifikasi pendidikan guru SD/MI harus S-1.
Dengan kata lain, sebagian guru di Indonesia saat ini masih :
a. Kurang memiliki bekal pengetahuan
b. Belum mendapat penghargaan berupa intensif yang layak
c. Belum mendapat perlindungan profesi
d. Belum mendapat peluang karier
3. Dualisme pengelolaan pendidikan
Pendidikan nasional terlalu sentralistik di satu pihak, namun di pihak yang lain penerapan desentralisasi pengelolaan pendidikan menjadi masalah rumit yang belum terpecahkan sampai sekarang, yaitu adanya berbagai lembaga yang mengelola pendidikan yang terdiri atas pemerintah daerah dan lembaga sektoral. (Jalal, 2001 : 23)
Pemerintah daerah bertanggung jawab atas personal, dana dan sarana fisik sekolah, sedangkan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab lembaga sektoral. Dualisme tersebut membuat sekolah tidak dapat mengembangkan dirinya secara optimal.


4. Profesionalisme pengelola pendidikan
Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh ditjen pembangunan daerah Depdagri, sebagian besar kepala dinas adalah Sarjana Hukum dan sarjana dengan disiplin ilmu nonpendidikan. Mengingat desentralisasi pendidikan lebih berbasis di kabupaten/kota, maka peran dinas pendidikan akan semakin meningkat.
Hasil pemetaan itu dijadikan dasar dalam pembangunan gedung sekolah, bahwa unit sekolah baru hanya dibangun di daerah-daerah yang memang memerlukan, dengan tidak mematikan sekolah-sekolah swasta.
5. Managemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah
Mulai dewasa ini, secara bertahap sekolah diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan peserta didiknya. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya. Kemudian melalui proses perencanaan, sekolah memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro, yaitu bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. (Jalal, 2001:25)
6. Sarana dan prasarana pendidikan
Hingga tahun 1998/1999 telah dibangun sekitar 171.000 SD/MI di seluruh Indonesia. Namun jika dilihat mutunya, 19.000 sekolah kondisinya rusak total, 42.000 sekolah rusak berat. Hal ini menggambarkan bahwa kondidi fisik gedung di Indonesia serta peralatannya sangatlah memprihatinkan.

E. Masalah-Masalah yang Dihadapi Pendidikan Nasional di Indonesia
1. Persoalan kurikulum dalam pendidikan
Pendidikan merupakan sektor yang amat penting dan strategis bagi siapa saja. Namun jika dilihat dari aspek kurikulum masa kini dan masa akan datang tentu akan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap calon-calon penganggur pada masa akan datang.


Kurikulum sekolah kita dalam arti produk masih mengandung banyak keracunan. Sekolah-sekolah di tingkat SD, SLTP dan SMU memiliki kurikulum yang amat sarat dengan mata pelajaran. Dampak yang diperoleh ialah daya serap peserta didik tidak optimal dan mereka cenderung belajar tentang banyak hal, tetapi dangkal. (suyanto, 2000 : 62)
Persoalan lain yang dianggap cukup serius adalah adanya tumpang tindih baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal materi di kelas satu muncul lagi di kelas dua atau kelas tiga untuk mata pelajaran yang sama. Sedangkan secara horizontal muncul berbagai pokok bahasan yang sama pada beberapa mata pelajaran yang berbeda. Akibatnya, peserta didik akan merasa jemu karena harus belajar yang itu-itu saja dari tahun ke tahun. (Suyanto, 2000 : 62)
Sistem belajar di sekolah kita sangat mengabaikan aspek afektif peserta didik. Guru selalu melakukan deposito berbagai macam informasi ke benak peserta didik tanpa harus tahu untuk apa informasi itu bagi kehidupan mereka. Akibat model seperti ini ialah peserta didik memiliki pengetahuan, tetapi mereka tidak memiliki sikap, minat dan motivasi untuk mengembangkan diri atas dasar pengetahuan yang mereka miliki.
Malpraktik kurikuler justru sering terjadi pada jejang pemikiran kurikuler ketiga dan keempat. Akibatnya banyak siswa faham tentang ajaran moral pancssila, tetapi mereka kesulitan untuk mendemonstrasikan perilaku sehari-hari yang merupakan cerminan dari apa yang mereka ketahui secara kognitif.
2. Ketimpangan kebijakan pendidikan Nasional
a. Tes multiple choice yang tidak memadai
Banyak pihak yang mempersoalkan kegunaan tes objektif sebagai alat ukur prestasi siswa. Ada juga yang menuduh tes semacam itu tidak mendidik anak menjadi kreatif dan berpikir logis, tetapi justru menggiring anak menjadi seperti robot. Alasannya karena dalam tes tersebut jawaban telah disediakan secara terpola sehingga tidak memberi kesempatan anak untuk mengemukakan argumennya secara rasional. (Suyanto, 2001 : 134)
b. Rayonisasi sekolah : kasus DIY
Sebenarnya ide rayonisasi muncul sebagai akibat dari kurangnya jumlah siswa di sekolah tertentu pada jenjang pendidikan SD sebagai akibat keberhasilan KB, sekolah akan kehilangan siswa dan akan terancam tutup. Namun kekurangan siswa belum merupakan ancaman serius bagi eksistensi SLTP dan SMU di DIY. Di samping itu, kualitas sekolah itu memiliki kesenjangan yang cukup tajam antara satu sekolah dengan sekolah lain.
Persoalannya sekarang, apakah rayonisasi dapat menghapuskan kesenjangan kualitas dengan segera ? Tentu jawabannya tidak. Rayonisasi hanya bisa mengatasi kesenjangan jumlah siswa dalam jangka pendek. Sebaliknya sangat tidak tepat mengatasi kesenjangan kualitas dengan terapi rayonisasi.
3. Masalah kenakalan remaja
a. Perkelahian antar pelajar
Perkelahian antar pelajar pada hakikatnya sudah terjadi sejak dulu. Namun saat ini kita perlu manaruh perhatian pada pola baru perkelahian antar pelajar yang sering membawa korban jiwa dan dilakukan secara kelompok. Pola perkelahian pelajar sekarang menunjukkan semakin hilangnya rasa tanggungjawab pribadi. (Suyatno, 2001 : 187)
b. Penyimpangan moralitas dan perilaku sosial pelajar
Perilaku sosial dan moralitas yang menyimpang merupakan salah satu bentuk perolehan dari proses sosialisasi yang dilakukan para pelajar. Dengan mengacu pada pendapat Bowker, para pelajar dapat memiliki moralitas dan perilaku menyimpang sebagai akibat dari hasil belajar (proses sosialisasi).
4. Masalah kesejahteraan guru
Tingkat kesejahteraan guru tergolong rendah, bahkan amat rendah, tidak setara dengan pengabdian yang diberikannya. Gaji yang diterimanya jauh di bawah kebutuhan minimal untuk hidup. Kesejahteraan guru berdampak tidak menguntungkan terhadap motivasi guru, status sosial profesi guru dan dunia pendidikan secara global. (Jalal, 2001 : 229)
Dewasa ini aspek-aspek dari kesejahteraan guru masih jauh dari keadaan ideal. Gaji guru rendah, kenaikan pangkat yang menjadi haknya sering kali kurang lancar karena terhambat oleh tembok Birokrasi yang memperlakukan guru ibarat klien. Untuk naik pangkat, banyak energi dan biaya yang mesti dikeluarkan oleh guru. Pengalaman selama ini dalam upaya meningkatkan status sosial guru dengan meningkatkan kualifikasinya pendidikan saja belum mampu menyentuh persoalan yang paling inti, yaitu rendahnya status sosial guru akibat rendahnya kesejahteraannya terutama gajinya. (Jalal, 201 : 230)

F. Upaya-upaya Meningkatkan Prestasi Pendidikan di Indonesia.
1. Aspek Kurikulum Revitalisasi Pendidikan Agama Islam
Sebenarnya pelajaran agama memiliki peran yang sangat penting pada semua jenjang pendidikan di republik ini. Pelajaran agama memiliki misi dan visi ideologi yang sangat vital bagi kehidupan bangsa. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan umum pendidikan nasional yaitu menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan agama Islam perlu diberi ruang yang lebih dalam kurikulum pendidikan kita.
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan otak kiri (kognitif) tetapi juga otak kanan (efektif) yang mana seiring dengan perkembangan otak kanan akan berkembang pula moral seseorang. Aspek ini akan sangat positif untuk dikembangkan melalui pendidikan agama agar siswa memiliki jati diri untuk kepentingan pembelajaran dan mampu menghadapi tantangan hidup di masyarakat (Suyanto, 2000: 79).
2. Link and Match
Konsep Link and Match adalah program yang menghendaki agar proses belajar berjalan sambil melakukan sesuatu yang nyata dalam kehidupan atau dikenal dengan learning by doing. Dengan cara itu siswa memiliki pengalaman yang aktual, empirik, dan nyata dalam proses belajarnya (Suyanto, 2006: 108).

Menurut Jerome Bruner (1960) dalam suatu proses belajar, tujuan yang perlu dicapai adalah timbulnya kemampuan untuk melakukan transfer of learning dan transfer of principles yang mana keduanya merupakan kemampuan siswa untuk mengaplikasikan ilmu, pengetahuan dan keterampilan pada dunia nyata yang settingnya berbeda dengan setting tempat ia belajar.
Kebijakan Link and Match inipun akan sangat menguntungkan dunia kerja negara kita, karena dunia kerja mendasarkan pola kerjanya secara bisnis, sehingga faktor efisiensi menjadi tujuan utama agar kegiatan mereka benar-benar mampu mendatangkan keuntungan. Kebijakan Link and Match dalam tataran konseptual sangat menguntungkan bagi dunia kerja untuk menyediakan tenaga profesional. Karena dengan profesionalisme tinggi kita akan mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi. Dengan keunggulan kompetitif yang tinggi ada jaminan untuk menjadi survival of the fittest dalam era global yang penuh persaingan secara terbuka. Selain itu kebijakan Link and Match dapat digunakan sebagai media untuk tenaga kerja, dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu (Suyanto, 2006: 112).
3. Membangun Moralitas Budaya Islami dalam Perspektif Pluralisme.
Membangun budaya moralitas Islami dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan. Sejalan dengan ini, Islam sebagai agama jelas merupakan sumber nilai yang memiliki sifat universal sehingga pendidikan dan ajaran Islam dapat digunakan untuk saling mendorong satu sama lain agar terjadi proses pendidikan yang agamis dan terjadi keberagaman yang berpendidikan. Agama Islam jelas sangat menempatkan ilmu pada tingkatan yang tinggi. (Suyanto, 2006: 151).
Dalam rangka membangun moralitas dalam perspektif pluralisme, sistem pendidikan formal (sekolah) maupun non-formal dan informal, harus memperhatikan empat pilar penting pendidikan yang telah dirumuskan oleh UNESCO yaitu (a) learning to know, (b) learning to do, (c) learning to live together dan (d) learning to be.



4. Pengembangan Perpustakaan di Era-Globalisasi
Perkembangan perpustakaan di era otonomi daerah perlu memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini mempunyai konsekuensi bahwa perpustakaan harus dikembangkan dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat untuk belajar sepanjang hayat. Pengembangan perpustakaan di daerah otonom perlu dilakukan dengan mengadakan sistem networking bersama semua perpustakaan yang ada di daerah itu maupun diluar daerah itu. Tujuannya dapat bekerja sama dalam layanan, koleksi, maupun program pelatihan SDM yang memperhatikan perkembangan teknologi. Dengan cara merintis pemanfaatan teknologi informasi melalui dukungan infrastruktur daerah.
5. Tunjangan Bagi Guru
Gaji guru perlu ditingkatkan hingga mencapai standar yang wajar, yakni paling tidak dua kali lipat. Untuk mewujudkan itu, kini diselenggarakan program fungsional bagi guru swasta dan juga sertifikasi. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan aspek-aspek kesejahteraan lain meliputi prosedur kenaikan pangkat dan kepastian karier (Jalal, 2001: 231).
Selain itu perlu dibuat perakaran gaji khusus untuk guru yang memungkinkan struktur pengajaran guru PNS diatur pada pasal 15 ayat 1 yang berbunyi guru berhak menerima tunjangan berupa; (1) Tunjangan profesi, (2) Tunjangan fungsional, (3) Tunjangan khusus. Tiga jenis tunjangan diatur dalam pasal 16, 17, dan 18 UU Guru dan Dosen.
Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak memperoleh “maslahat tambahan” pada pasal 19 UU Guru dan Dosen yang meliputi:
1). Tunjangan pendidikan
2). Asuransi pendidikan
3). Beasiswa
4). Penghargaan bagi guru
5). Kemudahan bagi putra putri guru dalam memperoleh pendidikan
6). Pelayanan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA


Pidarta, Made. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: aneka Cipta.

Suyanto. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Andika Kaya Nusa.

Suyanto. 2006. Dinamika Pendidikan Nasional. Jakarta: PSAP Muhammadiyah.

UU No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Naja, Hakam. t.t. Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia, (online), www.e-dukasi.net/artikel/artikel_files/%20Hakam%20Naja.doc.co.id.

Tidak ada komentar: